Sekolah Tjokro
"Ketika sudah meninggal dunia, kamu ingin diingat sebagai siapa?"
Pertanyaan diatas merupakan suatu hal yang tak pernah saya fikirkan atau renungkan sebelumnya, cukup kaget dan tidak menyangka akan mendapatkan pertanyaan seperti ini dalam sebuah wawancara untuk mengikuti sekolah. Ya, Sekolah ini bukan sekolah biasa namun Sekolah yang ingin menghadirkan kembali sosok Guru Bangsa kita Bapak Hadji Oemar Said (H.O.S) Tjokrominoto di tengah-tengah situasi negeri ini. Negeri yang katanya kaya namun kemiskinan dimana-mana, Negeri yang katanya berdaulat namun kebutuhan pokok masih import dari negeri tetangga, Negeri yang katanya menjunjung Ketuhanan namun perbedaan kelompok dijadikan bahan permusuhan. Masyarakat kita sedang tidak baik-baik saja, dibutuhkan sosok negarawan yang dapat membawa keadilan, kesetaraan dan kesejahteraaan untuk mencapai kejayaan bagi bangsa ini.
Namun, siapakah sosok negarawan itu? apakah itu kita?
Saya memiliki kepercayaan bahwa untuk merubah sesuatu tidak perlu menunggu. Namun untuk merubah sesuatu yang besar diperlukan kapasitas atau kemampuan yang besar pula, disitu saya berinisiatif untuk mengikuti Sekolah Tjokro ini. Mengapa?
"Sekolah Tjokro dalam jangka panjang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas kepemimpinan dengan komitmen menghidupkan kembali pemikiran kebangsaan Tjokroaminoto sesuai cita-cita konstitusional NKRI. Secara khusus, Sekolah Tjokro bertujuan untuk:
1. Membentuk negarawan muda berkarakter Islami sebagai calon pemimpin masa depan Indonesia,
2. Membentuk sebuah kesadaran dan aktivitas kolektif dalam rangka komitmen menghidupkan kembali pemikiran kebangsaan Tjokroaminoto sesuai cita-cita konstitusional NKRI,
3. Meningkatkan daya kritik konstruktir terhadap isu kenegaraan dan kebangsaan dalam berbagai tataran,
4. Memantik interaksi strategis antarpeserta dalam akselerasi kapasitas kepemimpinan, dan
5. Membekali keterampilan berorganisasi, komunikasi gerakan, dan advokasi."
Melalui kutipan teks diatas yang saya ambil dari website http://sekolahtjokro.com/ dapat kita lihat bahwa kegiatan ini merupakan sebuah langkah untuk mempersiapkan pemimpin-pemimpin masa depan dengan memberikan kurikulum Ketjokroan dimana selama bulan Oktober - Januari peserta Sekolah Tjokro akan ada 9 kelas untuk mengembangkan kapasitas kepemimpinan dan diakhiri dengan cultural and social project (http://sekolahtjokro.com/agenda/) yang menurut saya ini merupakan sebuah rangkaian yang selama ini saya cari-cari untuk menambah kemampuan dalam memimpin.
Pada awalnya i have zero clue tentang sosok Tjokroaminoto, hingga pada Seminar Ketjokroan kemarin akhirnya saya berkesempatan untuk mendengkan cerita tentang H.O.S Tjokroaminoto dari seseorang yang menulis buku beliau, bapak Aji Dedi Mulawarman.
"Seseorang yang memiliki kesadaran dan kegundahan batin, adalah dia yang akan menjadi penakluk sejarah." -- Aji Dedi Mulawarman
Pada sesi kedua di acara yang sama, saya juga berkesempatan untuk mendengarkan 'titah' dari bapak Herry Zudianto selaku sosok pemimpin yang sempat memegang amanah sebagai Walikota Yogyakarta.
"Menjadi pemimpin bukanlah tentang jabatan, namun tentang bagaimana kita dapat memposisikan diri dan bermanfaat bagi masyarakat" -- Herry Zudianto
Hingga pada akhirnya saya yakin atas jawaban pertanyaan wawancara pada waktu itu,
"Ketika saya meninggal dunia, saya ingin diingat sebagai seseorang yang membawa perubahan"
Sheila Noor Baity
Yogyakarta, 11 Oktober 2016
#SekolahTjokro
#FirstAssignment
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus